Sunday, January 7, 2007

Curhat

Jeritan Hati Mantan Aktivis

Ketika Energi yang kupunya terasa sia-sia
Menjadikan aku bak seorang pujangga tanpa puisi, bak dokter tanpa diagnosa.Semua terasa tak berarti karna diri tak bisa memberi

Doc.Prib.20 Desember 2006-------Kepulan asap bernama polusi mulai mengusap wajahku yang lelah, plus antrian kendaraan yang menambah daftar sumpeknya kota metropolitan ini, ukh “ udah mulai gelap nich palagi kayaknya mo hujan bikin bete aja besok libur lagi ” begitu gerutuku dalam hati, sebuah kebiasan baru hasil dari sebuah proses asimilasi kebudayaan dan teritorial yang kujalani selama sekitar setahun belakangan.

Seperti biasa jadwal kerja yang teratur menjadikan hidupku terasa begitu statis, pemandangan dan persoalan wajib yang kuhadapi hari demi hari selalu sama, beberapa jenis koran yang menggodaku tuk membacanya, berkas laporan keluhan masyarakat yang mesti ku bikinan drafnya, lengkap dengan fasilitas telpon, dan internet,menjadikan aku terkadang menikmati dan terkadang membuatku kehilangan motivasi dan semangat yang berbuah kebosanan.

Sore ini begitu macet hingga aku punya waktu banyak tuk kembali mengenang masa 3 tahun lalu, yach hidup yang kujalani sekarang adalah wujud dari mimpiku tiga tahun lalu semasa kuliah, aku begitu bersemangat dan punya keinginan tuk berjuang dan menjalani hidup di ibu kota ini, dalam bayanganku terasa indah menjalani perjuangan hidup sendiri jauh dari keluarga dekat dengan sumber informasi dan terbuka lebar tuk menjadi sukses dan menjadi orang besar, namun setelah semuanya terjadi ternyata tak seindah yang dibayangkan atau barangkali aku sendiri yang menjadikan hidupku tak indah.

Setahun yang lalu, ketika aku masih bekerja di kotaku, aku punya agenda padat selain dikantor yang mesti hadir enam hari dalam seminggu dan sedikit waktu luang dengan beban kerja yang tergolong berat, maklum aku menangani administrasi sebuah media massa yang otomatis dikejar deadline, menjadikan aku begitu bersemangat karena sehabis dari kantor aku mesti ke kantor lain yang berfungsi sebagai sekretariat sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat, tempat aku dan teman-temanku membantu para pencari keadilan yang mengalami benturan biaya dengan bekal gelar lulusan fakultas hukum dan sebagian kartu pengacara membuat kami saling beradu argumentasi dan berempati dengan pencari keadilan. Agenda rapat dan pertemuan kami atur sedemikian rupa hingga waktu malam yang mestinya kami gunakan tuk beristirahat dan meregangkan otak dan otot sehabis dari aktifitas dan kantor masing-masing,tapi justru kami gunakan tuk lebih mengasah otak bahkan tak jarang setiap pertemuan diwarnai perdebatan dan emosian akibat perbedaan persepsi dan pandangan topik pembicaraan,.

Aku begitu menikmati dinamikanya, tak pernah aku menghabiskan waktu tuk berdandan berjam-jam di depan kaca, seperti halnya kebiasaan wanita-wanita seusiaku, “jangankan luluran, bersihin wajah aja nggak”aku cukup menjadikan mandi sebagai prosesi wajib pembersihan, selain itu tuk mengikuti lagu terbaru, film terbaru, model baju terbaru, tidak menjadi perhatianku, aku begitu disibukkan dengan tugas wajib kantor dan perjuangan lsm, aku punya keinginan besar tuk menjadikan lsm kami, lsm yang besar dan mampu memberi kontribusi tuk masyarakat. Berbagai referensi aku cari, mulai dari bacaan tentang team building, manajement konflik dan sebagainya, ilmu wajib yang bakal aku terapkan di wadah perjuanganku bersama teman-teman., bahkan ketika kuputuskan tuk hijrah ke Ibu kota, aku membawa setumpuk mimpi dan keinginan, buatku buat keluarga, buat lsmku.

Sayang, mimpi dan keinginan yang kubawa hanya berbenturan dengan dinding-dinding dari bangunan megah yang menjadikan penghuninya betah tanpa harus melirik yang lain, akhirnya akupun menjalani hidup apa adanya statis tanpa dinamika, tanpa perlu mengorbankan waktu tidurku tuk memikirkan hal-hal besar kecuali hanya tuk menyaksikan tayangan televisi, dan mengunjungi mall atau sekedar berkumpul bersama teman-teman tuk makan bersama.

Aku begitu dimanjakan ibukota, aku punya banyak waktu tuk mengikuti model terbaru mulai sepatu sampai wik terbaru, perawatan wajah dan tubuh tak ketinggalan bereksperimen dengan jenis makanan yang belum kucicipi. Aku tak tau sampai kapan hidup akan ku jalani begini. ***







No comments: