Tuesday, March 2, 2010

Dilema Pengawasan Advokat

Persoalan hukum adalah masalah pelik yang menyita segala hal dari pihak yang terlibat. Materi adalah tuntutan utama ketika memasuki ranah peradilan. Sehingga tak jarang kita menemukan adanya upaya damai yang gencar dilakukan guna menghindari besarnya biaya yang akan dikeluarkan. Selain itu kemampuan dan penguasaan hukum turut menjadi tuntutan ketika persoalan telah menjadi perkara di persidangan.

Keberadaan pengadilan sebagai institusi pemutus dan pemaksa menjadi pilihan bagi masyarakat bilama mereka tidak mencapai kesepakatan dalam upaya damai, apalagi jika persoalan mereka terkait dengan sesuatu yang telah mempunyai dasar hukum, misalnya saja persoalan klaim hak atas tanah. di mana kedua belah pihak saling mengklaim dengan dasar sertifikat yang jelas.

Dalam konteks tersebut, gugatan ke pengadilan adalah satu-satunya jalan keluar dalam menyelesaian persoalan dan mau tak mau masyarakat dihadapkan pada pilihan akan sidang sendiri tanpa kuasa hukum dengan resiko kekalahan yang besar ataukah bersidang dengan menggunakan jasa pengacara/advokat dengan rasio kecilnya kemungkinan kalah ?

Pilihan sulit tersebut, cendrung membawa masyarat untuk memilih beracara dengan menggunakan jasa bantuan hukum yang diberikan seorang advokat.

Peran Advokat tersebut penting artinya bagi masyarakat dalam mencari keadilan dengan harapan kedudukan mereka akan semakin kuat dengan bantuan dari pihak yang mahir dalam beracara di Pengadilan dan memahami persoalan hukum.

Hal itu pula yang mengelitik saya untuk menulis artikel ini, ketika beberapa waktu yang lalu saya menerima pengaduan dari seorang ibu yang menyesalkan sikap kuasa hukumnya yang sulit dihubungi dan terkesan tidak mau memperjuangkan hak si ibu, meskipun si ibu tua itu telah mengorbankan uang untuk biaya perkaranya.

Hal yang hampir sama, saya temukan dalam dokumen yang hari ini ada di meja saya, ternyata pihak yang berperkara dikalahkan di tingkat kasasi hanya karena kuasa hukumnya terlambat menyerahkan memori kasasi. Meskipun tindakan kuasa hukum tersebut bukan menjadi domain saya untuk menangani. Namun hal ini perlu menjadi perhatian.

Advokat sebagai profesi terhormat, dalam menjalankan tugasnya diatur dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, salah satu ketentuan Pasalnya antara lain menyebutkan Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya. Dihubungkan dengan peristiwa di atas, barangkali sang advokat dalam kasus tersebut dapat dianggap melalaikan kliennya.

Namun jika ditelah lebih jauh, ternyata pengawasan terhadap advokat secara hukum pun juga tidak sinergis antara yang diatur dalam UU Advokat dengan UU Mahkamah Agung. Pada UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahmamah Agung Pasal 36 menyebutkan Mahkamah Agung dan Pemerintah melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum dan Notaris. Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 12 UU Advokat mengamanatkan pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. Meskipun dalam penerapannya dapat dipakai asas lex spesialis derogat lex generalis.

Namun dalam pelaksanaan pengawasannya pun juga muncul persoalan, karena yang berhak untuk melaporkan tentunya adalah pihak yang berpentingan dan merasa dirugikan.

Bagaimana masyarakat yang jelas-jelas dirugikan oleh tindakan advokat justru merasa tidak dirugikan, hanya disebabkan karena lemahnya pengetahuan hukum masyarakat untuk menganalisis pertimbangan hakim yang mengalahkan mereka (konteks kekalahan disebabkan keterlambatan menyerahkan memori kasasi oleh advokat). Akibatnya mereka tidak akan pernah melaporkan si advokat tersebut.

Di sinilah peran seorang advokat mestinya, tidak hanya memberi bantuan hukum tapi juga membagi pengetahuan hukum, sehingga kliennya adalah klien yang " melek" hukum termasuk melek terhadap kelalaian yang dilakukan kuasa hukumnya.

Bagi masyarakat sendiri sudah saatnya meningkatkan pengetahuan hukum karena dengan menyerahkan penyelesaian perkara kepada kuasa hukum bukan berarti bebas dari masalah. Atau dengan kata lain penegakan hukum dan upaya mencari keadilan sejati perlu kerjasama segenap elemen masyarakat.***
Selengkapnya...