Thursday, September 18, 2008

Menyorot Administrasi Perkara di Pengadilan


Malparaktek dapat berakibat fatal, orang yang harusnya hidup dan tertolong tapi harus meninggal dan kehilangan anggota tubuh dikarenakan kelalaian seorang Dokter atau para medis, begitupun halnya dengan Maladministrasi Pengadilan yang tak kalah fatalnya, orang yang mestinya menghirup udara bebas tapi harus dikurung bahkan mungkin dapat dihukum mati. Begitulah sebuah kelalaian dapat berakibat fatal jika dianggap sepele dan dilakukan tanpa kontrol.

Institusi Pengadilan tak kalah pentingnya dibandingkan dengan Rumah Sakit, namun bedanya, Rumah Sakit perlu penanganan dalam waktu dekat tanpa bisa ditunda - tunda, sedangkan Pengadilan dapat menunda persidangan suatu perkara baik seminggu ataupun dua minggu,tanpa harus diburu waktu seperti halnya profesi seorang dokter.

Dokter dan Hakim menjadi dua spesialisasi pekerjaan yang sama pentingnya, namun berbeda soal waktu pelayanan. Penulis sengaja menggunakan istilah spesialisasi pekerjaan bukan memakai kata profesi, karena kalau penyebutan profesi akan terkait dengan pekerjaan dan "upah atau bayaran' sehingga tak ayal, jika penggunaan istilah Hakim sebagai profesi menjadi perdebatan hangat, karena, jika Hakim dianggap sebagai profesi maka akan ada upah atau bayaran dari pekerjaan atau pelayanan yang diberikan (sehingga itu menjadi alasan pembenar bagi terjadinya suap - menyuap yang jelas- jelas termasuk dalam lingkup mafia peradilan).

Meski aturan hukum mengenai Peradilan dan penyelesaian sengketa di Indonesia telah lama di atur bahkan warisan Belandapun, masih tetap " dilestarikan " sampai sekarang, termasuk pembaharuan UU,SEMA dan sejumlah aturan.Namun realitasnya tetap terjadi kesalahan, yang dikategorikan maladministrasi.

Malparaktek dapat berakibat fatal, orang yang harusnya hidup dan tertolong tapi harus meninggal dan kehilangan anggota tubuh dikarenakan kelalaian seorang Dokter atau para medis, begitupun halnya dengan Maladministrasi Pengadilan yang tak kalah fatalnya, orang yang mestinya menghirup udara bebas tapi harus dikurung bahkan mungkin dapat dihukum mati. Begitulah sebuah kelalaian dapat berakibat fatal jika dianggap sepele dan dilakukan tanpa kontrol.

Institusi Pengadilan tak kalah pentingnya dibandingkan dengan Rumah Sakit, namun bedanya, Rumah Sakit perlu penanganan dalam waktu dekat tanpa bisa ditunda - tunda, sedangkan Pengadilan dapat menunda persidangan suatu perkara baik seminggu ataupun dua minggu,tanpa harus diburu waktu seperti halnya profesi seorang dokter.

Dokter dan Hakim menjadi dua spesialisasi pekerjaan yang sama pentingnya, namun berbeda soal waktu pelayanan. Penulis sengaja menggunakan istilah spesialisasi pekerjaan bukan memakai kata profesi, karena kalau penyebutan profesi akan terkait dengan pekerjaan dan "upah atau bayaran' sehingga tak ayal, jika penggunaan istilah Hakim sebagai profesi menjadi perdebatan hangat, karena, jika Hakim dianggap sebagai profesi maka akan ada upah atau bayaran dari pekerjaan atau pelayanan yang diberikan (sehingga itu menjadi alasan pembenar bagi terjadinya suap - menyuap yang jelas- jelas termasuk dalam lingkup mafia peradilan).

Meski aturan hukum mengenai Peradilan dan penyelesaian sengketa di Indonesia telah lama di atur bahkan warisan Belandapun, masih tetap " dilestarikan " sampai sekarang, termasuk pembaharuan UU,SEMA dan sejumlah aturan.Namun realitasnya tetap terjadi kesalahan, yang dikategorikan maladministrasi.***

No comments: