Wednesday, March 12, 2008

Perda Larangan Merokok, Nasibmu Kini


Masih segar diingatan kita, ketika Pemerintah Daerah DKI Jakarta berkomitmen untuk memberlakukan secara efektif Peraturan Daerah (Perda) Tentang Penanggulangan Pencemaran udara termasuk Larangan Merokok pada 6 April 2006. Untuk mendukung komitmennya Pemerintah Daerah mengerahkan 1.000 penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) No 2 tahun 2005 dan terutama larangan merokok di tempat umum.

Tak sedikit diberitakan ditemukan perokok- perokok di Mall yang disidang lapangan, dan dikenakan denda, meski sanksi maksimal pada aturan tersebut adalah 6 bulan kurungan atau denda Rp 50 juta, tapi berhubung ketidaktauan mereka mengenai peraturan tersebut, maka PPNS pun akhirnya mengenakan sanksi denda “semampunya”.

Sebuah komitmen yang patung diacungi jempol, karena dari sekian banyak pemerintahan daerah di Indonesia, Jakarta termasuk menjadi promotor bagi pemberlakuan aturan ini. Meski sebenarnya kalau dilihat dari tingkat udara paling tercemar, maka Jakarta akan menduduki urutan teratas, naifnya justru di Jakarta juga tempat berdiamnya orang yang “siap tercemari dengan bahaya rokok yang ujung-ujungnya pasti akan memperpendek usia.


Larangan merokok khususnya ditujukan bgi perokok yang menghisap zat berbahaya tersebut di tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, dan angkutan umum, karena memang diharapkan akan terwujud kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

Namun, sangat disayangkan ternyata komitmen tersebut “hanya sesaat”, tenggelam begitu saja seiring dengan banjir yang menenggelamkan sebagian daerah Jakarta. Aturan tidak akan pernah berjalan tanpa adanya komitmen bersama dan kontiniu dari aparatur negara termasuk dukungan masyarakat dan yang menjadi pertanyaan besar apakah PPNS tersebut telah dibebas tugaskan atau justru masih menerima gaji dengan kerja “minim”.wallahu’alam bishowab***

Selengkapnya...